Cerita pendek berasal dari anekdot, sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan paralel pada tradisi penceritaan lisan. Dengan munculnya novel yang realistis, cerita pendek berkembang sebagai sebuah miniatur.
Cerita pendek berasal-mula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah-kisah terkenal seperti Iliad dan Odyssey karya Homer. Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama, dengan irama yang berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada naratif-naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan.
Fabel, yang umumnya berupa cerita rakyat dengan pesan-pesan moral di dalamnya, konon dianggap oleh sejarahwan Yunani Herodotus sebagai hasil temuan seorang budak Yunani yang bernama Aesop pada abad ke-6 SM (meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari bangsa-bangsa lain yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal sebagai Fabel Aesop. Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait istilah Fabel. Fabel, dalam khazanah Sastra Indonesia seringkali diartikan sebagai cerita tentang binatang. Cerita fabel yang populer misalnya Kisah Si Kancil, dan sebagainya.
Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni anekdot, populer pada masa Kekaisaran Romawi. Anekdot berfungsi seperti perumpamaan, sebuah cerita realistis yang singkat, yang mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak dari anekdot Romawi yang bertahan belakangan dikumpulkan dalam Gesta Romanorum pada abad ke-13 atau 14. Anekdot tetap populer di Eropa hingga abad ke-18, ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya Sir Roger de Coverley diterbitkan.
Baca Juga:
Suka Menulis? Yuk Coba Menulis Cerpen
Kenali Ragam Cerpen Sebelum Memutuskan Membuatnya
Jangan Sampai Kelupaan. Unsur-unsur Pembentuk Ini Harus Ada Dalam Sebuah Cerpen
Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang menjadi cerita-cerita tertulis pada awal abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya karya Geoffrey Chaucer Canterbury Tales dan karya Giovanni Boccaccio Decameron. Kedua buku ini disusun dari cerita-cerita pendek yang terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi sastra yang dikarang dengan baik), yang ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar (sebuah cerita kerangka), meskipun perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh semua penulis. Pada akhir abad ke-16, sebagian dari cerita-cerita pendek yang paling populer di Eropa adalah “novella” kelam yang tragis karya Matteo Bandello (khususnya dalam terjemahan Perancisnya). Pada masa Renaisan, istilah novella digunakan untuk merujuk pada cerita-cerita pendek.
Pada pertengahan abad ke-17 di Perancis terjadi perkembangan novel pendek yang diperhalus, “nouvelle”, oleh pengarang-pengarang seperti Madame de Lafayette. Pada 1690-an, dongeng-dongeng tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan yang paling terkenal adalah karya Charles Perrault). Munculnya terjemahan modern pertama Seribu Satu Malam karya Antoine Galland (dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada 1710–12) menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita pendek Eropa karya Voltaire, Diderot, dan lain-lainnya pada abad ke-18.
Di Yunani, cerpen klasik berupa fabel yaitu cerita yang pelakunya para binatang yang dimanusiakan. Fabel ini mulai beredar di masyarakat sekitar 500 SM tetapi baru ditulis dengan rapi pada abad II. Pada abad kedelapan, lahirlah serial cerpen lisan klasik 1001 Malam. Cerpen klasik bertema romabtik ini pertama kali dipublikasikan dalam bentuk buku pada tahun 1704 di Prancis.
Di Prancis, lahirnya cerpen dipelopori oleh Guy de Maupassant (1850-1893). Guy juga termasuk bapak cerpen dunia. Guy yang pernah belajar di seminari, dikenal piawai dalam merangkai plot cerita yang ditulisnya dengan bahasa yang sangat indah dan memberikan kesan kelembutan. Salah satu cerpen yang mendunia berjudul The Neckale. Cerpen ini terhimpun dalam buku kumpulan berjudul Contes du jour et de la nuit (1885). Selain itu masih ada 11 buku kumpulan cerpen lainnya, yang diterbitkan hanya dalam rentang waktu lima tahun. Kemudia ia menulis novel dan naskah drama. Ia sangat produktif, ditengah kesibukannya dalam kancah politik.
Sejak itulah cerpen memasyarakat dan lahirlah cerpen modern. Karya tersebut dipublikasikan di berbagai media cetak, khususnya majalah sastra. Cerpen berkembang pesat sejak pertengahan Abad XIX, tidak hanya di Eropa tapi juga di Amerika Serikat. Washington Irving (1783-1859), Edgar Allen Poe (1809-1849) dan Anton Chekhov (1860-1904) digelari sebagai bapak cerpen dunia oleh para kritikus.
Anton Chekhov, sastrawan Rusia, bahkan menjadi pengarang pertama yang mampu menulis cerpen yang sangat pendek. Chekhov dikenal sebagai sastrawan yang sulit di tandingi, kecuali oleh Guy de Maupasssant. Kehebatan karya Chekov terletak pada pendeknya. Tetapi karyanya yang paling pendek pun tetap utuh, selesai dan indah. Selain itu, ia juga menulis novel, naskah drama dan skenario film.
Sedangkan, Edgar Allen Poe dipuji sebagai sastrawan yang mampu menulis cerpen tipe well-made short-story yang sangat indah dan utuh. Cerpennya yang berjudul The Cask of Amontillado sangat termashur. Lain lagi dengan Washington Irving, daya tarik karya cerpennya terletak pada temanya yang dianggap mampu menghibur pembacanya. Ia mengangkat masalah-masalah sosial untuk dijadikan cerpen yang dibumbui humor. Pengarang ini tekun melakukan studi, khususnya studi mengenai sejarah Eropa dan Amerika.
Awalnya dari Mesir
Dalam sejarah-sastra dunia, Mesir kuno disebut-sebut sebagai asal muasal tradisi penulisan cerpen, tepatnya pada 3200 SM. Cerpen tertua di dunia ditemukan dalam lembar daun lontar yang diperkirakan ditulis sekitar tahun 3000 SM. Selain itu ditemukan pula flash-flash di nisan-nisan kuburan tua di Mesir. Bahkan, konon banyak karya cerpen Mesir yang kemudian disadur menjadi naskah drama, salah satunya seperti yang terjadi pada kisah Piramus dan Tisbi oleh sastrawan Shekespeare.
Cerpen lalu berkembang di tanah Eropa pada 1812. Amerika baru mengenal cerpen pada 1912 hingga dikenallah kemudian nama Edgar Allan Poe disebuat sebagai bapak cerpen bersifat detektif, sementara Nathanael Hawthorne terkenal dengan sisipan falsafah dalam setiap karya cerpennya.
Sejarah Cerita Pendek di Indonesia
Dalam catatan sejarah kesusatraan Indonesia, cerpen Indonesia merupakan salah satu genre sastra yang paling muda usianya jika dibandingkan dengan novel ataupun puisi. Tonggak terpenting sejarah penulisan cerpen di Indonesia dimulai oleh cerita-cerita M. Kasim (bersama Suman Hs.) pada awal tahun 1910-an, yang memperkenalkan bentuk tulisan berupa cerita-cerita yang pendek dan lucu. Sejak saat itulah, di Indonesia mulai dikenal.
Pada akhir abad ke-19 sampai zaman Jepang hampir tidak ada cerpen yang dipublikasikan langsung dalam bentuk buku. Ia muncul lewat penerbitan media massa. Sehingga dalam hal ini, cerpen tidak dapat dipisahkan dari majalah dan surat kabar. Dari sanalah, cerpen Indonesia lahir, berkembang dan memperoleh bentuk yang lebih jelas pada tahun 1930-an. Pada zaman Jepang, cerpen menjadi makin populer ketika pemerintah pendudukan Jepang banyak menyelenggarakan lomba penulisan cerpen. Dari sejumlah cerpenis waktu itu, A.S. Hadisiswoyo, Muhammad Dimyati, Rosihan Anwar pernah memenangi lomba penulisan cerpen. Beberapa nama lain yang karyanya banyak muncul di media massa pada masa itu, antara lain, Sanusi Pane, Armijn Pane, dan D. Djokokoesoemo.
Pada tahun 1950-an, cerpen Indonesia makin mapan keberadaannya. Derasnya pengaruh asing, munculnya semangat kedaerahan, pudarnya dominasi pengarang Sumatra, dan terbitnya berbagai media massa, termasuk majalah Prosa dan Tjerita Pendek yang dikelola Ajip Rosidi, memberi kesempatan munculnya cerpenis dari pelosok tanah air. Bersamaan dengan itu, adanya ruang kebebasan untuk berekspresi, mendorong keberanian melakukan berbagai eksperimen. Oleh karena itu, tidaklah salah jika pernyataan Jacob Soemardjo dalam esai Mencari Tradisi Cerpen Indonesia yang ditulis tahun 1975 menyebut bahwa tradisi penulisan cerpen mencapai masa suburnya sekitar pada dekade 50-an.
Ia menyatakan bahwa pada dekade 50-an merupakan zaman emas produksi cerita pendek dalam sejarah sastra Indonesia, karena pada masa itulah muncul pengarang dengan karya yang fenomenal seperti Riyono Pratikto, Subagyo Sastrowardoyo, Sukanto SA, Nh Dini, Bokor Hutasuhut, Mahbud Djunaedi, AA Navis, dan sederet nama lainnya. Pada cerpen tahun dekade 50-an temanya lebih banyak condong pada agama yang tiba-tiba menjadi alat permainan. Eksplorasi pada kekacauan pikiran dan kegelisahan psikologis digunakan sebagai sarana menyampaikan eksperimen. Hal tersebut membuat parasaan si tokoh menjadi liar, aneh, dan tak terduga.
Baca Juga:
Simak Tips Berikut Ini. Inilah Teknik Membuat Cerpen Yang Benar
Kiat Menulis Cerita Ala-Ala (Terbukti Ampuh, Dijamin!)
Lengkap! 15+ Pengertian Cerpen Menurut Ahli
Jangan Salah, Membaca Cerpen Ternyata Bermanfaat Lho. Ini Dia Manfaatnya!
Memasuki masa Orde Baru dan terus menggelinding sampai tahun 1970-an, kondisi itu seperti berulang kembali, bahkan jauh lebih luas pengaruhnya. Putu Wijaya, Danarto, dan Kuntowijoyo menjadi tokoh yang sangat menonjol dalam deretan nama cerpenis waktu itu. Karya-karya mereka seolah-olah begitu memukau dalam kemasan dunia jungkir-balik. Realitas cerpen seperti hendak dikembalikan lagi pada hakikatnya yaitu cerita. Maka, logika formal tidak berlaku di sana.
Dibanding generasi sebelumnya, cerpenis tahun 1970-an telah berhasil membangun estetikanya justru sejak awal kemunculannya. Dengan estetikanya itu, mereka tetap bertahan sampai kini. Jadi selain nafasnya panjang, cerpen karya Putu Wijaya seperti Bom (1978) dan Tidak (1999), dengan karya Danarto seperti Goddlob, dan Setangkai Melati di Sayap Jibril (2001) juga menawarkan estetika yang mengakar kokoh hingga dapat bertahan lebih dari tiga dasawarsa. Oleh Korrie Layun Rampan cerpenis tahun 1970-an tersebut dimasukkan ke dalam kotak Angkatan 2000.
Dalam satu dasawarsa ini sendiri, cerpen Indonesia semakin mengukuhkan jati dirinya. Ia tak hanya muncul seperti gelombang yang secara kuantitatif melampaui penerbitan novel dan drama, tetapi juga seperti menempatkan dalam mainstream-nya sendiri. Hal tersebut semakin melengkapi penampang sejarah cerpen Indonesia untuk masa yang akan datang.
Sumber:
https://amelchan24.wordpress.com/2013/11/29/sejarah-cerpen-di-dunia/
http://alinda-aliin.blogspot.com/2012/02/sejarah-asalusul-cerpen.html