Perlu diingat! Tulisan ini tidak memihak kepada siapapun. Tulisan ini hanya sebatas sumber pengetahuan dan informasi belaka.
Cambukan pahit setelah mendapat penghargaan prestise. Susahnya mendapatkan beasiswa dibalas anggapan miring masyarakat. Entah siapa yang benar atau siapa yang salah. Semua bermula dari opini yang terbentuk di atas opini.
Penerima beasiswa dihadapkan kepada 2 kenyataan, benar-benar melanjutkan pendidikan atau berniat pelesiran yang menyelip dalam pendidikan, realitasnya? Hal ini menimbulkan pro kontra yang begitu hangat diperbincangkan. Sampai-sampai fenomena ini dibahas dalam sebuah video bertajuk “Gaduh Beasiswa dari Pajak Rakyat” yang bersumber dari youtube presenter kondang Indonesia, Najwa Shihab. Video tersebut memicu ragam komentar masyarakat, ada yang membela dan tak sedikit pula yang menghujat.
Kisruh ini menyasar ke satu nama, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Seperti diketahui LPDP merupakan sebuah badan layanan umum milik pemerintah yang bergerak dalam pengolaan dana pendidikan. Program besuatan pemerintah di bawah Kemenkeu ini dianggap tidak becus dalam mengalirkan dana pendidikan. Di mulai dari proses seleksi beasiswa yang dirasa mengecewakan, terlebih pada assessment online dan proses wawancara. Assessment secara online yang baru diselenggarakan pertama kalinya dinilai belum layak untuk menyeleksi calon penerima beasiswa. Selain itu, adanya kejanggalan dalam proses wawancara yang lebih mengulik privasi tiap individu daripada detail rencana studi ke depan. Selain itu, tuduhan negatif mencuat kepada LPDP yang katanya salah pilih orang lantaran tidak meluluskan peserta seleksi yang telah diterima di kampus peringkat terbaik dunia.
Lebih parahnya lagi, para penerima beasiswa luar negeri katanya terlihat lebih sibuk pelesiran daripada menuntaskan pendidikannya. Bukan tanpa alasan, semua terlihat dari akun media sosial mereka yang kerap mengunggah foto-foto wisata ke berbagai ikon kota di negara mereka belajar. Ini menimbulkan kecemburuan sosial dan ujungnya memicu stigma negatif bahwa mereka yang di sana itu cuma menghambur-hamburkan “duit rakyat”.
Apa ini, entah ajang balas dendam barisan para “sakit hati” yang sengaja menyerang “anak LPDP” dengan membuat “gaduh” melalui kritik pedas yang mereka lontarkan. Kalau sekadar membuat “gaduh” sepertinya kurang masuk agak kurang masuk diakal. Kritik yang terlontar memang benar adanya, berlandaskan fakta dan sejatinya tepat sasaran. Mereka mengkritik melalui berbagai media berdasarkan fakta-fakta yang ada terkait ketidakpuasan penyelesaian pihak LPDP yang ternyata lamban dan tidak memuaskan. Tanpa disadari hal ini bisa membuat konflik semakin meruncing. Bagi yang tidak benar-benar paham dengan mudah dapat terprovokasi.
Masalah ini tak seharusnya dibesar-besarkan. Masyarakat patutnya bangga bukan sebaliknya. Di tengah menggeliatnya rasa ingin belajar manusia Indonesia yang sangat tinggi diakomodasi dengan kebijakan pemerintah yang sangat baik. Ya, pemerintah tidak tinggal diam begitu saja, peran pemerintah sangat nampak nyatanya. Pemerintah memberikan dengan cuma-cuma bantuan dana pendidikan berupa beasiswa. Lebih bangganya lagi, beasiswa yang ditawarkan bukan mencakup lokal saja, tapi hampir ke seluruh penjuru dunia. Artinya pemerintah rela menggelontorkan dana yang luar biasa banyaknya untuk menyekolahkan anak-anak terbaik bangsa ke luar negeri.
Mari kembali ke topik utamanya, pertanyaan besarnya dosakah kalau sesekali pelesiran di luar negeri? Harus terlihat seakan-akan sengsarakah menjalani kuliah di luar negeri yang dibiayai?
Kuliah di luar negeri sudah tentu diiringi pressure yang tinggi. Hal ini lumrah terjadi dan memang tak bisa dipungkiri lagi. Mengatasinya bagaimana? Salah satunya dengan pelesiran. Me-refresh otak sejenak dari penatnya kehidupan kampus dirasa sah-sah saja. Pemerintah juga tentunya tidak mau kalau anak-anak terbaiknya sampai-sampai depresi. Kalau mereka-mereka sampai gagal di luar negeri pemerintah sendiri yang merugi.
Memang benar tujuan utama diberangkatkannya mereka adalah untuk belajar. Tapi, setiap pribadi punya seginya sendiri, masalah yang mereka hadapi harus dapat perhatian lebih. Faktor seberapa berhasilnya mereka di sana dipicu dari hal-hal sepele seperti ini. Pihak terkait jangan abai begitu saja, jangan cuma menuntut. Untuk netizen, apakah kalian tidak akan berbuat demikian jika punya kesempatan yang sama? Apalagi kalau pelesirannya menggunakan uang sendiri hasil menyambi disela kesibukannya belajar. Toh sah-sah saja kan? Pelesiran jadi suatu hal yang harus dimaklumi.
Perlu digarisbawahi, pelesiran boleh asal jangan kebablasan. Jangan sampai sibuk pelesirannya lebih banyak daripada sibuk kuliah. Jangan sampai peleserin menjadi pengganggu fokus utama ada di sana, yaitu belajar. Malu nantinya kalau tidak bisa lulus sesuai tenggat waktu yang ditentukan. Pada dasarnya penerima beasiswa dipersiapkan untuk mengabdi. Kalau sampai berlama-lama di sana lantas kapan pengabdiannya terealisasikan.
Bijak jadi kunci utama. Sepintar mungkin para penerima beasiswa harus mengatur waktunya disana. Ya, seperti kita ketahui penerima beasiswa seorang manusia juga. Butuh refresh, keluar dari semua yang memenatkan diri. Meskipun beban dalam tanggungan, jangan juga terlalu ngoyo. Dua tiga kali boleh lah untuk pelesiran, selain berguna untuk membuyarkan penat dapat juga dijadikan sebagai media mencari inspirasi. Hanya saja kembali ke itu tadi, bijak. Kecanggihan teknologi sekarang ini harus benar-benar dicermati. Jangan asal sembarang mengumbar aktivitas pribadi di ruang publik macam media sosial sekarang ini. Salah sedikit saja jadi blunder dan itulah makanan orang yang tidak bertanggungjawab. Cermat bermedia sosial bisa mengeliminir anggapan miring bahwa penerima beasiswa LPDP itu bukan cuma pelesiran semata. Dengan demikian juga bisa membantu membentuk citra positif dari LPDP itu sendiri.
Satu lagi, jika sudah siap menerima beasiswa berarti harus sudah siap juga menerima hak untuk mengelola diri selama menjadi penerima beasiswa (uang, waktu, akademik maupun non-akademik). Hal lainnya, apapun pilihan yang diambil harus siap benar-benar dipertanggungjawabkan. Matangkan rencana bagaimana bentuk kontribusi kepada negara selepas pulang sembari mengembangkan mental dan kemampuan diri sebelum benar-benar terjun mengabdi.
Penulis: Andro Satrio SG